-->

Fanfiction BIGBANG - Secretary Wife (Bagian 3)

Fanfiction BIGBANG - Secretary Wife (Bagian 3)

Fanfiction DARAGON - Secretary Wife (Bagian 3)

Title : Secretary Wife
Author : Siscath
Cast : G-Dragon as Kwon Ji Yong (YG Entertainment’s CEO) and Sandara Park as Jiyong’s Secretary
Genre : Sad, Romance, and Complicated
Rating : PG 17
Length : Chaptered

Baca Juga :
Jiyong selamat dari kecelakaan, namun dia harus menanggung kelumpuhan yang diakibatkan kecelakaan itu. Sandara merawatnya dengan sabar dan tidak jadi pindah ke Indonesia. Tunangan Jiyong pergi entah kemana setelah melihat kejadian ini, merasa dipermalukan. Lalu apa yang akan terjadi pada hubungan mereka? Apakah kejadian yang menimpa Jiyong akan semakin parah? Silahkan baca selengkapnya di bawah ini

---HAPPY READING---

Sudah sebulan semenjak Jiyong dirawat di rumah sakit, sudah selama itulah juga ia tak sadarkan diri atau dalam keadaan koma. Sandara pergi setiap hari ke rumah sakit untuk melihat keadaannya. Setiap hari ia mengajak berbicara Jiyong yang tertidur, mengganti bunga di dalam vas, dan membereskan kamarnya. Terkadang dia melihat Lee Joo Yeon disana, tapi kata suster yang biasa merawat presdir, perempuan itu hanya melihat keadaan Jiyong dan pergi lagi seperti kupu-kupu.

“Sandara, kurasa Jiyong butuh suster pribadi yang merawatnya di rumah.” Ucap Dami.

“Wae?? Kan masih ada kau dan keluargamu, mengapa butuh suster pribadi untuk merawat Jiyong?” Jawab Sandara enteng.

“Tapi aku takkan bisa merawat Jiyong selamanya, karena kau tahu ia kemungkinan tak akan bisa berjalan lagi, atau lumpuh total akibat kecelakaan yang dialaminya.”

“Keajaiban bisa terjadi.” Potong Sandara sambil menyedot coffee latte dinginnya.

“Satu-satunya keajaiban adalah tunangannya si Lee Joo Yeon itu berada disini untuk merawatnya. Dan sekarang kau lihat? Dimana dia? Sekarang siapa yang merawat Jiyong? Keluargaku sendiri yang merawatnya, lalu Kau juga.” Dami menatap mata Sandara tajam. “dan itu takkan terjadi, Jooyeon tak bisa tahan dengan semua ini. dia tak akan bisa menerima keadaan Jiyong yang cacat sekarang. Aku melihat wajahnya saat dia datang ke kamar Jiyong, dia tidak mau melihat tubuh adikku walaupun itu tertutup oleh selimut. Tolonglah...” Ucap Dami Pasrah "Hanya kau yang sangat dekat dengannya, dan mungkin dapat memulihkannya, setidaknya keadaan mentalnya"

Sandara berharap dia bisa menunjukkan perasaan yang sebenarnya pada Jiyong sekarang, bahwa ialah satu-satunya orang yang peduli terhadapnya ketika dia dalam keadaan jatuh. Tapi sekali lagi dia teringat bahwa dirinya hanyalah sebatas sekretaris, bukan siapa-siapa bagi Jiyong. Sekarang Sandara tidak percaya jika Jooyeon malah meninggalkan tunangannya terbaring lemah di rumah sakit. Bahkan melihatnya saja ia merasa enggan, apalagi untuk merawat penyakitnya selama bertahun-tahun atau malah selamanya.

“Apakah Jooyeon tau keadaan Jiyong sekarang?”

Ne, dia pasti tau. Kata dokter, ia pernah datang sekali padanya dan menanyakan keadaan Jiyong. Aku rasa ia takut Jiyong takkan bisa kembali normal, lalu mungkin hanya menjadi malaikat yang mendorong dorong kursi roda sepanjang hidupnya. Dia tak mau itu semua. Ini sudah jelas, Jooyeon ingin menikahi Jiyong hanya karena uang.”

“Mwo? Eonnie, jangan langsung menyimpulkan pend—“

Perkataan Dami terputus karena teleponnya berdering. Dia segera mengangkatnya ketika melihat itu adalah telepon dari dokter yang menanganinya.

Ne, Yeoboseyo” Dami berbicara pada seseorang di telepon.

Ne?! Jeongmalyo? Ah geurae, aku akan segera kesana.” Dami terlihat sumringah.

Waeyo eonnie?

“Jiyong sudah sadar! Ayo kita menemuinya!” sahut Dami semangat.

——

Dokter mengatakan untuk satu persatu menemui Jiyong, karena keadaan mental dan fisiknya yang belum normal sepenuhnya. Setelah sejam berlalu Dami keluar dari kamar Jiyong dan mempersilahkan Sandara untuk masuk.

“Kumohon jangan menangis dihadapannya.” Ujar Dami, Sandara mengangguk mengerti.

Masuk kedalam kamar Jiyong serasa berbeda sekarang, karena penghuninya sudah bangun dari tidur panjangnya. Sandara menatap Jiyong lalu tersenyum manis.

Annyeong Presdir Kwon.” Jiyong mengalihkan pandangannya dan membalas senyum Sandara.

“Hi.” Balasnya singkat.

“Presdir kau telah tertidur lama, cukup untuk membayar kesibukanmu selama ini.” sindir Sandara.

“Tapi kakiku tak bisa kugerakkan. Ada apa ini Sandara? Kau tahu alasannya?”

Sandara tercekat mendengar kata kata yang dilontarkan presdirnya  “Kau pasti sudah mendengar semua ceritanya dari kakakmu.” Jawab Sandara dingin. “Keajaiban bisa terjadi pada siapapun Kwon Ji Yong-ssi. Percayalah.”

Jiyong terdiam sejenak. “Kau tidak jadi pindah ke Indonesia?”

“Meninggalkanmu disini seperti ini?” Sandara tersenyum penuh arti. “Maaf karena aku masuk lagi ke dalam jabatan sekretarismu tanpa permisi. Kau tahu? Keadaan perusahaan sedikit kacau tanpa kehadiranmu. Jadi aku diminta untuk sedikit mengurus beberapa masalah.”

“Kalau begitu aku bersyukur atas kecelakaanku ini karena dengan ini aku bisa membuatmu tetap di sampingku.”

Ya! apakah kau baru saja merayuku?” canda Sandara.

“Haha tidak. Ahh, kepalaku terasa sedikit pusing.” Jiyong memegang kepalanya sambil mengerutkan dahinya.

Oh? Mianhae, mianhae. Mungkin kau berbicara terlalu banyak. Tidurlah lagi. Jangan berpikir terlalu banyak.” Sandara menurunkan ranjang Jiyong dan menyelimutinya. “Aku akan disini selama kau tidur okay.”

“Sandara, aku tak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu.” Ucap Jiyong sambil memejamkan matanya.

——

Seminggu sudah Jiyong tersadar dari koma-nya, namun setengah dari badannya mesti lumpuh. Bagian kakinya tidak bisa digerakkan lagi, Jiyong tak bisa berjalan sekarang. Sandara selalu mengunjunginya setiap hari dan memberikan kata-kata semangat untuknya. Ya, Jiyong merasa kecelakaannya dan penyakitnya saat ini tidak ada apa-apanya dibanding sakit hati yang ia alami. Tunangannya pergi meninggalkannya sesudah melihat Jiyong seperti ini. tentu saja itu membuatnya terpukul, sudah jatuh, tertimpa tangga. Ternyata Jooyeon yang ia cintai selama ini tak setulus yang ia kira. Beruntung masih ada keluarga dan orang terdekatnya yang masih mencintainya.

Sekarang Jiyong diperbolehkan pulang dengan harus tetap rawat jalan di rumah. Namun bukannya meninggali apartemen yang selama ini ia tinggali. Jiyong malah memilih untuk tinggal di rumah yang ia beli untuk pernikahannya dengan Jooyeon.

Sajangnim, kau yakin akan tinggal disini?” Tanya Sandara sambil mendorong kursi roda Jiyong memasuki rumah.

Ne, karena akan lebih nyaman di rumah disbanding di apartemenku. Akan sulit untuk berada di tempat tinggi dengan keadaanku seperti ini.” Jawabnya.

Keundae, kalau begitu aku bisa menjualkan rumah ini dan membeli rumah yang baru.” Saran Sandara. Ia ingat pasti rumah ini tentu menyimpan kenangan bagi Jiyong. Sandara takut jika Jiyong terus tenggelam dalam kenangan itu dan malah jadi semakin sakit dibuatnya.

Anio, andwae.” Jiyong menghela nafasnya, “Aku sudah banyak merepotkanmu dengan masalahku. Lagipula aku sudah melupakan semuanya. Aku takkan terpengaruh dengan apapun yang mengangguku nantinya.”

Ne, arraseo.” Jawab Sandara pasrah, tentu ia tak bisa membantah apa yang bos-nya katakan.

“Sandara-ya…”

Ne?

“Jooyeon meneleponku kemarin malam.”

Mwo?!” ucap Sandara sedikit berteriak. Beraninya perempuan itu kembali ke kehidupan Jiyong setelah lama mengabaikannya.

Ne, dia bilang sangat menyesal dengan batalnya pernikahan kami dan juga sedih dengan kecelakaan yang aku alami.”

Sandara menatap kosong, masih berfikir apa yang tengah perempuan itu pikirkan. Apa ia ingin kembali ke kehidupan jiyong?

“Lalu apa yang kau katakan padanya?”

“Tak ada. Namun apapun yang terjadi aku tak pernah menganggap ada niat jahat di dalam dirinya.” Jiyong tersenyum sambil menerawang jauh.

“Kau sangat pemaaf sajangnim.” Ujar Sandara dingin.

“Jika seseorang sudah mencintai, salah satu dari mereka mencoba untuk mengerti.” Pandangan Jiyong mengarah ke langit. “Cinta tidak mati secepat itu , Sandara.”

“Tapi cinta Jooyeon padamu telah padam.”

Geumanhae! Jangan katakan itu! Jooyeon tentu terpukul dengan semua ini, dia hanya ingin menenangkan dirinya sejenak. Coba kau lihat semua sosial medianya, penuh dengan hujatan dan cacian dari netizen. Coba kau pikirkan—“

“Jika Jooyeon mencintaimu kenapa dia harus meninggalkanmu? Sadarlah dari semua mimpimu itu. Hati-hati dengan harapanmu yang kosong itu.” Sandara meletakan dokumen kantor yang ia pegang ke atas meja kerja Jiyong. Wajah Jiyong memperlihatkan kalau ia marah,namun Sandara tak mau meminta maaf dengan apa yang telah ia katakan. Dia merasa lega telah berkata dengan jujur pada Jiyong tentang apa yang ia rasakan selama ini tentang hubungannya dengan Jooyeon.

“Aku tak tahu sampai kapan kau akan bekerja padaku.” Ujar jiyong pelan agar Sandara dapat mendengarnya dengan baik. “Tapi jika kau masih bersamaku, kau tidak boleh berkata seperti itu lagi tentang Lee Joo Yeon. Kau mengerti?”

Ne, sajangnim.” Sandara berbalik dan berjalan lalu membuka pintu.

“Sandara Park!”

Suara Jiyong memberhentikan langkahnya, namun Sandara tidak menoleh karena air matanya yang sudah membasahi kedua pipinya. “Apa yang kau inginkan sajangnim?”

“Jangan marah padaku. Cobalah mengerti apa yang ku rasakan.”

Tangis Sandara semakin terdengar, dan ia semakin merasakan sakit di dalam dadanya. Sandara berbalik dan melangkah kembali menghampiri Jiyong, ia bersimpuh di depan Jiyong dan meraih tangannya. “Aku akan disini selama kau menginginkannya sajangnim.”

Tangan Jiyong menggenggam tangan Sandara lembut “Aku tak tahu apa jadinya aku tanpamu Sandara Park.”

——

Sekarang Sandara mempunyai rutinitas baru. Setiap pagi ia mengambil dokumen dan surat penting dari YG lalu membawanya langsung menuju rumah Jiyong. Dengan keadaan Jiyong sekarang, sulit untuk bolak balik ke kantor YG seperti dulu. Sekarang ia lebih banyak bekerja di rumahnya, dan Sandara Park yang selalu ada disampingnya, menemaninya, dan membantunya.

Di siang hari ini Jiyong mendapatkan terapi berjalan, bisa dilihat, untuk berdiri saja masih sulit, mungkin untuk bisa normal ke sedia kala perlu waktu yang cukup lama. Walaupun harus berjalan dengan kursi roda, Jiyong tidak mau didorong dorong seperti trolley belanjaan. Ia selalu mendorong kursi rodanya sendiri, kemanapun.

Sesi terapi selesai dan Sandara masuk membawa dua cangkir teh hangat dan memberikan satu untuk Jiyong.

Sajangnim, bagaimana sesi terapimu tadi?” Tanya Sandara sambil duduk di kursi yang bersebrangan.

“Lancar, tapi belum ada kemajuan.” Jiyong menyeruput teh hangatnya.

“Kau harus percaya keajaiban.” Ucap Sandara yang entah keberapa kalinya ia mengatakan ini.

Jiyong mengangguk. “Gomapta.”

“Hm”

“Sandara-ya… ada yang ingin kuberitahukan padamu.” Wajah Jiyong terlihat serius.

Ne?

“Ini tentang penyakitku. Kau tahu, dokter memvonisku untuk hanya hidup selama 2 tahun kedepan.”

Sandara menelan ludahnya dan merasakan degup jantungnya berjalan lebih cepat. Sandara melihat kedalam mata Jiyong lebih dalam, mencoba untuk menemukan kebohongan disana. Namun tak ada. Ia berharap ini hanya lelucon bodoh yang membuat Sandara khawatir sampai rasanya ingin mati disaat itu juga.

M…Mwo? Mworago?

“Tenang saja, aku akan baik baik saja selama dua tahun kedepan.” Jawab Jiyong enteng.

“Tapi…Ta…pi… bukankah tidak etis untuk membicarakan penyakit itu langsung padamu? Maksudku… vonis 2 tahun hidup? Dokter macam apa dia.” Perasaan campur aduk muncul di benak Sandara.

“Aku bilang untuk tidak merahasiakan apapun.”

“Lalu Dami, dan orang tuamu, apa mereka sudah tahu berita ini?”

Ania, baru kau.”

Sandara meremas gagang kursi yang dipegangnya.”

“Aku benci kau sajangnim. Mengapa kau selalu menganggap sepele kepada hal buruk yang terjadi padamu? Sekarang lihat apa yang terjadi. Kau tidak jadi menikah, kau kecelakaan, cacat lalu sekarang, divonis oleh dokter untuk hanya hidup 2 tahun?! Orang seperti apa kau ini? kau mestinya menuntut keadilan atas semua ini! aku…aku…” Sandara tak bisa menahan tangisannya. Air mata mulai turun dari kedua pipinya.

Jiyong memajukan kursi rodanya menuju Sandara kemudian membelai rambutnya lembut dan tersenyum.

“Lalu siapa yang harus ku tuntut? Apa aku harus menuntut Tuhan? Ia yang sudah membuatku seperti ini.” Ucap Jiyong. Sandara terdiam mendengar itu. “Semua yang terjadi ini adalah takdir dari tuhan. Tak ada yang perlu disesali.”

Jiyong memajukan kursi rodanya keluar ruangan, meninggalkannya sendiri.


——

Setelah hari dimana Sandara mengetahui presdirnya hanya akan hidup dua tahun lagi, ia tak pernah absen dari rutinitasnya, walaupun harus bolak balik kantor-rumah jiyong-apartemennya. Terus seperti itu setiap hari. Ia juga mulai merencanakan bagaimana jalannya perusahaan ini ada atau tidak adanya Kwon Ji Yong. Semua itu dilakukannya karena ia tahu setiap menit dan detik yang berlalu adalah penghitungan mundur baginya. Tentunya tak melihat Jiyong lagi aknalah sangat menyakitkan.

“SANDARA PARK-ssi!” teriak seseorang dari luar ruangan Sandara. Orang itu menerobos masuk sambil terengah-engah.

“Wae? Ada apa??” Tanya Hee joo, orang itu memegang Koran harian di tangannya.

“Baca ini, tentang Kwon sajangnim

“Mwonde?” Sandara menerimanya dan membuka Koran tersebut.

Terlihat jelas headline berita Koran itu. “CEO YG, Kwon Ji Yong tengah kritis. Divonis hidup 2 tahun lagi.”

Sandara tertegun tak percaya. Siapa yang berani membocorkan ini semua.

Orang yang bernama Lee Donghae itu menunjuk ke Koran. “Disini, semuanya tentang sajangnim, tentang penyakitnya, kecelakaan yang dialaminya, kemudian ini tentang vonis hidupnya yang hanya tinggal 2 tahun lagi. Kenapa ini semua bisa bocor ke publik?”

Sandara menggeleng. “Nado mollasseo.”

Kemudian ia menggulung Koran itu kemudian melemparnya ke sudut ruangan. Ini tentu kejam, memberitakan sebuah privasi dari seseorang. Ekspresi Sandara penuh dengan kemarahan. “Apa berita ini juga terbit di Koran lain?”

“Tidak, tapi kurasa semua orang telah membacanya. Mungkin sudah ada beberapa artikel di internet juga yang memberitakan tentang ini.”

“Jangan konyol.” Kemarahan Sandara semakin memuncak.

“Tapi mereka bilang Kwon sajangnim hanya punya waktu 2 tahun lagi untuk hi—“

“Berita akan mengatakan apapun untuk menarik minat pembaca. Sekarang buang Koran itu ke tempat sampah dan lupakan.”

Walaupun Sandara Park menyuruh Donghae untuk membuang Koran itu, tentunya mungkin tidak dengan karyawan lain dan juga seluruh penduduk korea yang membacanya. Di internet juga, nama ‘Kwon Ji Yong dan penyakitnya’ sudah menjadi peringkat teratas pencarian di situs manapun. Sekarang semua telepon di ruangan itu berdering, pasti dari para pemegang saham di YG yang akan menanyakan kebenaran berita di Koran.


---TO BE CONTINUED---

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fanfiction BIGBANG - Secretary Wife (Bagian 3)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel